0

Review Diablo III

Sabtu, 14 Maret 2015

Kesimpulan

Diablo III versi konsol tampil sebagai sebuah seri Diablo III yang selama ini diimpikan oleh gamer PC, terutama dari sisi gameplay dan fitur yang ia tawarkan. Bagaimana tidak? Walaupun mengusung peningkatan fitur yang tidak signifikan di sisi gameplay, namun fakta bahwa versi konsol tidak butuh koneksi konsisten ke Battle.net sudah menjadi awal dari perbedaan yang ditawarkan. Hadirnya mode multiplayer offline memberikan opsi yang lebih besar dan tingkat keseruan tersendiri. Pada akhirnya, versi konsol ini mencerminkan semua excitement yang ditawarkan Diablo II  di masa lalu. Mungkin tidak dari gaya gameplay-nya yang tetap memberikan kebebasan menciptakan fungsi karakter yang kita inginkan, tetapi dari atmosfer, sensasi, dan motif mengapa kita memainkan Diablo III itu sendiri. Kesenangan, keinginan untuk bertempur bersama teman, dan akhirnya meraih kepuasan dari menyelesaikan game ini sendiri. Tanpa embel-embel materialistis yang diumbar oleh Auction House.
Walaupun demikian ada beberapa kekurangan yang pantas untuk dicatat. Untuk memastikan gameplay yang berjalan di framerate tinggi, Blizzard menghadirkan tingkat visualisasi yang benar-benar terlihat “rendahan” jika dibandingkan dengan versi PC-nya. Di sisi yang lain, kehadiran mode multiplayer offline juga meninggalkan masalah tersendiri. Fakta bahwa Anda akan berbagi loot memang menjadi pedang bermata dua. Game yang terhenti ketika Anda mulai menukar equipment menjadi masalah penundaan yang juga cukup signifikan, apalagi ketika Anda melibatkan diri dengan jumlah player yang lebih banyak.
Namun terlepas dari semua kekurangan ini, Diablo III versi konsol harus diakui, tampil lebih baik daripada versi PC-nya. Tentu tidak secara visual, namun fakta bahwa Anda tidak perlu terhubung dengan Battle.net menghadirkan implikasi gameplay yang signifikan. Setidaknya membuat sensasi gameplay Anda kembali ke akar, menghilangkan semua perasaan materialistis untuk mencari lebih banyak item langka dan menjualnya di Auction House.

Kelebihan

Tanpa Battle.net = lebih baik!
Tanpa Battle.net = lebih baik!
  • Tanpa Battle.net
  • Multiplayer offline
  • Sistem crafting yang kini terlihat lebih esensial
  • Rare drop yang relevan dengan karakter yang kita gunakan
  • Sensasi Diablo II yang kentara

Kekurangan

Secara visual, Diablo III versi konsol ini benar-benar jatuh di bawah standar PC. Banyak yang dikorbankan untuk mengejar framerate yang nyaman.
Secara visual, Diablo III versi konsol ini benar-benar jatuh di bawah standar PC. Banyak yang dikorbankan untuk mengejar framerate yang nyaman.
  • Visual yang berada jauh di bawah versi PC
  • Loot yang dibagi bersama di mode multiplayer offline
Cocok untuk gamer: penggemar RPG isometrik, pencinta Diablo II, yang tidak memiliki koneksi internet mumpuni.
Tidak cocok untuk gamer: yang menjadikan visualisasi sebagai indikator utama kualitas game, yang mengganggap Battle.net sebagai teknologi terbaik di industri game.

Pages: 1 2 3



0

Review Diablo III


Adaptasi Kontrol yang Nyaman

Salah satu concern utama dari proses port PC ke konsol tentu saja terletak pada kenyamanan navigasi yang ada. Sebagai sebuah game RPG isometrik dengan porsi action yang kental, ketepatan point dan click ala keyboard dan mouse tentu saja menjadi tumpuan yang paling rasional. Lantas bagaimana Blizzard akan mengubah mekanisme ini untuk dapat masuk ke kontroler konsol dengan tombol aksi yang terbatas? Untungnya proses ini berjalan dengan sangat baik.
Anda dapat menggerakkan karakter dengan analog kiri sembari memastikan fungsi roll real-time dengan analog kanan. Sementara itu sebagian besar fungsi serangan disematkan di semua fungsi kontroler utama selama pertempuran. Untuk memastikan Anda tidak repot melemparkan serangan ke musuh, sang karakter akan otomatis masuk dalam stance bertarung setiap kali Anda melemparkan setiap kill. Dalam mode ini, semua pergerakan analog akan berfungsi sebagai penentu arah dan bukannya navigasi gerak karakter. Oleh karena itu, dengan hanya menekan tombol aksi, Anda bisa menentukan kemana setiap serangan akan meluncur, tanpa harus mengalami kesulitan. Tantangan di mekanisme battle, teratasi dengan sangat biak.
Semua skill kini disematkan di tombol aksi utama kontroler konsol yang memang terbatas.
Semua skill kini disematkan di tombol aksi utama kontroler konsol yang memang terbatas.
Sayangnya posisi skill terletak di bagian yang tidak nyaman. Sulit untuk memperhatikan waktu cooldown sebelum Anda dapat mengakses skill Anda kembali.
Sayangnya posisi skill terletak di bagian yang tidak nyaman. Sulit untuk memperhatikan waktu cooldown sebelum Anda dapat mengakses skill Anda kembali.
Sebagai sebuah game RPG yang  menitikberatkan pada fungsi skill, Blizzard tentu saja harus memastikan bahwa fungsi tombol terbatas kontroler mampu memfasilitasi semua kombinasi yang dibutuhkan. Dengan menyematkan-nya di empat tombol utama + satu trigger di belakang, Anda bisa mengakses semua skill yang Anda inginkan. Namun sayang, proses port ini menghasilkan satu kelemahan yang cukup kentara ketika berada di wilayah skill. Animasi yang ditawarkan sama memesona, namun penempatan waktu cooldown skill sangat tidak jelas. Terletak di bagian terbawah layar dengan perputaran cooldown dengan warna samar, butuh sepersekian detik untuk memerhatikan status skill Anda – apakah bisa diakses atau tidak, yang akhirnya menuntut Anda untuk mengalihkan perhatian dari medan pertempuran sementara waktu. Fungsi swap skill dengan cepat juga otomatis musnah.
Salah satu implementasi yang mungkin terlihat mustahil juga terletak pada mekanisme equipment dan item. Seperti yang kita tahu, sudah menjadi cita rasa unik Diablo untuk menyematkan ruang terbatas yang meminta Anda untuk melakukan drag-drop setiap kali hendak menggunakan senjata atau armor tertentu. Blizzard terhitung berhasil mengaptasikan proses port yang pantas untuk diacungi jempol. Gamer konsol kini akan menghadapi sebuah user-interface berbentuk roda di sekeliling karaker untuk mengakses semua perlengkapan ini. Tinggal memutar analog dan memilih equipment yang Anda butuhkan, Anda bisa mengganti semua perlengkapan dengan mudah, membandingkan mereka, serta mencari mana yang terbaik. Tidak hanya itu saja, ada shortcut untuk menggunakan setiap senjata yang baru saja Anda dapatkan.
Proses menggantikan equipment juga diubah dengan menjadikan kontroler analog sebagai alat navigasi yang nyaman. Hasilnya? Berhasil!
Proses menggantikan equipment juga diubah dengan menjadikan kontroler analog sebagai alat navigasi yang nyaman. Hasilnya? Berhasil!
Perubahan user-interface dan hilangnya Auction House membuat opsi Crafting terlihat lebih menarik.
Perubahan user-interface dan hilangnya Auction House membuat opsi Crafting terlihat lebih menarik.
Perubahan user-interface ini juga membuat beberapa fitur lain terlihat lebih menarik dan lebih mudah dinikmati, jika dibandingkan dengan user-interface PC. Hal inilah yang kami rasakan ketika mengakses mode crafting. Anda jadi punya gambaran item seperti apa yang hendak Anda bangun dan betapa esensial fitur ini, apalagi setelah lepasnya Auction House.

The Best Part: Multiplayer Offline!

Kini dengan multiplayer offline!
Kini dengan multiplayer offline!
Sebagian besar pemilik Diablo III di versi-versi awal tentu masih ingat dengan beragam masalah yang harus dihadapi Blizzard ketika meluncurkan game ini untuk pertama kalinya. Di kala itu, server ternyata tidak cukup kuat untuk menampung request masif yang meluncur dari seluruh belahan dunia. Hasilnya? Para gamer yang sudah menantikan game ini dengan sabar ternyata harus berhadapan dengan kenyataan pahit – tidak bisa memulai perjalanan Diablo III mereka. Terlepas dari permintaan gamer untuk merilis versi offline, Blizzard meyakinkan bahwa koneksi ke Battle.net esensial, tidak hanya untuk membendung bajakan, tetapi juga menciptakan pengalaman multiplayer yang mumpuni. Satu tahun setelah rilisnya? BAM! Sebuah mode multiplayer offline ternyata disematkan di versi konsol!
Tidak hanya menihilkan kebutuhan terkoneksi ke Battle.net, Blizzard juga menyuntikkan mode multiplayer offline untuk Diablo III versi konsol ini. Yang Anda butuhkan hanyalah membuat sebuah profile kedua dan menekan tombol start di game yang tengah dimainkan oleh Player pertama. Anda akan diminta untuk menciptakan karakter dan langsung bergabung dengan petualangan Player 1. Sebuah pengalaman langka yang tentu saja menarik untuk dijajal, tak ubahnya menikmati sebuah game beat them up  lawas di masa lalu. Dengan kepastian seperti ini, Anda juga memiliki kebebasan untuk membangun skill karakter yang lebih ditujukan untuk permainan kooperatif dan bukannya solo game.
Ruang gerak antara setiap player memang terbatas. Berjalan terlalu jauh? Anda secara otomatis akan berpindah tempat ke player lainnya.
Ruang gerak antara setiap player memang terbatas. Berjalan terlalu jauh? Anda secara otomatis akan berpindah tempat ke player lainnya.
Ada beberapa kelemahan yang pantas dicatat dari mode ini. Yang signifikan? Fakta bahwa Anda berbagi loot dan harus menghentikan permainan untuk mengakses menu utama Anda.
Ada beberapa kelemahan yang pantas dicatat dari mode ini. Yang signifikan? Fakta bahwa Anda berbagi loot dan harus menghentikan permainan untuk mengakses menu utama Anda.
Tentu saja , mode ini hadir dengan beberapa catatan yang membuatnya terasa kurang sempurna ketika dihadapkan pada skenario tertentu. Berbeda dengan ketika Anda terhubung secara online atau LAN, mode multiplayer offline seperti berarti menuntut Anda untuk bergerak bersama-sama. Blizzard tidak menyuntikkan mekanisme split-screen di Diablo III konsol ini. Hasilnya? Alih-alih bekerja sama membuka map dengan cepat, Anda harus terperangkap dalam alur gerak yang tidak berbeda ketika Anda memainkan game ini secara solo. Konsekuensi kedua? Anda harus berbagi loot yang didapatkan. Semua loot yang dilemparkan di mode ini merupakan loot yang sama untuk kedua karakter. Oleh karena itu, Anda harus belajar berbagi.
Masalah juga timbul ketika Anda mulai masuk dalam mode equipment dan mengorganisasi equipment yang tengah Anda miliki. Setiap kali masuk ke dalam mode ini, Anda berarti menghentikan permainan untuk player lainnya dan sebaliknya. Untuk permainan bersama satu gamer lainnya, penundaan ini masih bisa ditoleransi. Namun bayangkan jika Anda bermain dengan tiga gamer lain secara offline. Setiap kali Anda membunuh boss besar yang menjatuhkan banyak loot, Anda berarti harus menunggu tiga gamer lain menyusun equipment mereka, melakukan komparasi, dan akhirnya memutuskan. Waktu yang terbuang belum terhitung ketika Anda sendiri yang masuk ke dalam menu ini.

Pages: 1 2 3



0

Review Diablo III


Diablo 3 - Console Version (1)
Tidak ada siksaan yang lebih kejam bagi seorang gamer selain disuguhkan sebuah teaser game yang justru berujung pada ketidakpastian. Hal inilah yang mungkin terjadi dengan sebagian besar gamer PC beberapa tahun yang lalu. Terlepas dari konfirmasi eksistensinya yang sudah begitu lama, Blizzard tak kunjung menghadirkan Diablo III, hingga batas membuatnya menjadi lelucon dan legenda dunia maya tersendiri. Untungnya, Blizzard akhirnya dengan tekad penuh, merilis game ini tahun lalu. Sayangnya, beberapa fitur yang sempat didengungkan akan ditawarkan justru ditunda untuk memastikan proses rilis yang tepat waktu. Namun alih-alih berfokus untuk menghadirkan mode PvP yang sudah dijanjikan sejak lama, Blizzard justru memprioritaskan port ke versi konsol. Proses yang akhirnya dirilis dalam bentuk komersil.
Pertanyaannya besar tentu saja tinggal satu, apa yang membuat versi ini akan mampu menarik kembali hati para gamer yang sudah ataupun belum mencicipi Diablo III di PC sebelumnya? Seperti yang kita tahu,  mekanisme RPG isometrik memang menjadikan point dan click sebagai mekanisme navigasi utama, apalagi dengan segudang user-interface yang memang didesain untuk dimaksimalkan dengan mouse dan keyboard. Apakah Blizzard mampu menghasilkan pengalaman yang sama dengan kontroler konsol? Ini menjadi tantangan terberat. Tidak hanya itu saja, Diablo III di versi PC juga memang terkenal karena beberapa fitur unik yang sempat memicu kontroversi. Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Diablo III versi konsol ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai versi yang lebih optimal dibandingkan PC?

A Little Flashback


Untuk memberikan sedikit gambaran “impresi” kami terhadap Diablo III versi PC tahun lalu, izinkan kami melemparkan kesimpulan dari review yang sempat kami rilis pada tanggal 30 Mei 2012. Anda juga bisa mendapatkan sedikit bahan untuk melakukan komparasi apa yang akan kami lontarkan di review kali ini:
Lantas apa yang bisa disimpulkan dari Diablo III? Sebagai seorang gamer yang begitu menikmati kedua seri sebelumnya dan dengan sabar menunggu kehadiran seri ketiga ini, ada dilema yang menyertai pengalaman memainkan Diablo III ini. Di satu sisi ada rasa lega dan puas karena akhirnya dapat memainkan game ini secara langsung. Perubahan mekanisme gameplay yang diusung Blizzard memang terasa cukup absurd di awal-awal permainan, namun menjadi jauh lebih dinikmati seiring dengan berjalannya waktu permainan. Semua pengalaman ini tampil semakin maksimal ketika mulai menginjak tingkat kesulitan tinggi yang menuntut Anda untuk melakukan party dengan gamer lain di seluruh dunia. Bekerja sama, berinteraksi, dan beragam fitur khas MMO membuat replayability game ini begitu tinggi.
Di sisi yang lain, ada kekecewaan yang begitu mendalam melihat betapa “dangkal”nya sebuah franchise Diablo tampil di seri ketiga ini. Pertanyaan pertama yang sempat menghampiri saya pribadi, “Game seperti ini butuh lebih dari 10 tahun untuk dikembangkan? Apa yang sebenarnya dilakukan Blizzard selama 10 tahun ini?”. Hampir tidak ada keistimewaan yang merepresentasikan proses pengembangan yang begitu lama. Kualitas grafis yang tidak memesona untuk standar saat ini, fitur-fitur MMO yang mulai bergerak menjadi sesuatu yang mainstream, plot yang klise, perubahan gameplay yang lebih berfokus pada loot,  dan waktu gaming yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Apa yang mereka lakukan selama 10 tahun ini selain mengembangkan sebuah sistem Auction House dan PvP yang bahkan belum berjalan sempurna? Ini tentu menjadi sebuah misteri.
Pantas atau tidakkah Diablo III untuk dimainkan? Saya pribadi merekomendasikannya. Di balik semua kekurangan dan kedangkalan yang dimilikinya dibandingkan kedua seri sebelumnya, Diablo III adalah sebuah game yang tetap menyenangkan untuk dimainkan dan adiktif. Flow pertarungan yang cepat dengan fokus pada penggunaan skill yang strategis akan membuat adrenalin Anda secara konstan mengalir, apalagi ketika menginjak tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Di samping itu, ia masih mengandung segudang potensi dan masih memungkinkan untuk disempurnakan oleh Blizzard di masa depan.”
Terlepas dari beragam fitur yang mungkin akan mengecewakan para penggiat franchise Diablo di seri sebelumnya, Diablo III memang masih memiliki segudang potensi untuk terus dimaksimalkan, setidaknya menghasilkan pengalaman yang lebih nyaman. Ada kesan MMO yang kuat di sana lewat kemudahan berinteraksi dan bergabung dengan gamer lain untuk terlibat dalam petualangan bersama, sekaligus misi untuk mencari equipment yang lebih baik. Namun percaya atau tidak, semua pengalaman yang cukup kuat ini ternyata berakhir jauh lebih sempurna di versi konsol Xbox 360 dan Playstation 3. Sebuah pengalaman yang mungkin akan membuat para penggemar lawas Diablo melirik seri ini kembali.

“Sensasi” Diablo 2 yang Muncul Kembali

Secara mekanik, tidak ada perubahan yang signifikan di sisi gameplay. Namun anehnya, alih-alih menyerupai Diablo III versi PC, sensasi yang ditawarkan justru lebih kentara ke atmosfer Diablo II.
Secara mekanik, tidak ada perubahan yang signifikan di sisi gameplay. Namun anehnya, alih-alih menyerupai Diablo III versi PC, sensasi yang ditawarkan justru lebih kentara ke atmosfer Diablo II.
Diablo II dan Diablo III adalah dua seri yang berbeda, ini menjadi fakta yang tidak bisa diganggu gugat. Sebagai sebuah game hasil port, Blizzard tentu tidak mengubah mekanisme dasar gameplay secara signifikan. Anda tetap akan disuguhkan sebuah gameplay RPG isometrik yang mengakar pada kombinasi skill dan bukan lagi kebebasan menciptakan karakter beradasarkan atribut status seperti seri-seri sebelumnya. Atmosfer action mengalir lewat aksi pertarungan yang berjalan cepat, menuntut Anda untuk mengkombinasikan segudang skill yang ditawarkan dengan efektif. Sensasi yang sama juga tetap ditawarkan Diablo III versi konsol ini. Namun anehnya, versi port ini justru akan membuat Anda teringat pada Diablo II, dan bukannya Diablo III versi PC. Mengapa?
Lupakan sejenak tentang perubahan mekanisme gameplay dari seri sebelumnya. Jika dibandingkan dengan versi PC-nya, Diablo III versi konsol ini menawarkan atmosfer gameplay yang lebih kentara dengan sensasi seri-seri sebelumnya. Pertama, Blizzard memutuskan untuk tidak lagi menghadirkan kebutuhan konektivitas Battle.net di versi konsol ini. Tidak ada lagi kebijakan always-online seperti versi PC yang sarat masalah dan merepotkan. Anda hanya tinggal menyalakan mesin konsol, memasukkan disc Diablo III ke dalamnya, dan tada! Anda siap untuk memulai perjalanan panjang Anda menundukkan iblis yang satu ini. Tidak ada lagi tuntutan untuk memastikan koneksi internet Anda stabil. Menariknya lagi, hilangnya Battle.net ternyata menghasilkan implikasi yang unik di sisi gameplay.
Sensasi ini muncul dari fakta bahwa Anda tidak perlu lagi terkoneksi Battle.net untuk memainkan game ini.
Sensasi ini muncul dari fakta bahwa Anda tidak perlu lagi terkoneksi Battle.net untuk memainkan game ini.
Tidak ada Battle.net berarti tidak ada lagi Auction House. Gameplay kembali "murni", tanpa perasaan materialistis untuk terus berburu item dan equipment langka demi ekstra uang. Versi konsol Diablo III ini menawarkan kesenangan dan pompa adrenalin.
Tidak ada Battle.net berarti tidak ada lagi Auction House. Gameplay kembali “murni”, tanpa perasaan materialistis untuk terus berburu item dan equipment langka demi ekstra uang. Versi konsol Diablo III ini menawarkan kesenangan dan pompa adrenalin.
Sebagian besar gamer yang sempat mencicipi versi PC-nya tentu setuju pada satu hal, bahwa perlahan namun pasti, sebagian besar gamer seolah melupakan tujuan utama mereka membeli Diablo III. Misi awal yang seharusnya untuk bersenang-senang sendiri ataupun bersama gamer lain, menyelesaikan jalan cerita utama di berbagai tingkat kesulitan, kini menjadi objektif langka yang sulit untuk ditemukan. Penerapan Auction House dari Battle.net membuat banyak gamer yang kini hanya berfokus melakukan grinding, mencari equipment terkuat yang bisa mereka dapatkan dan melelangnya untuk sejumlah uang. Terlepas dari keharusan untuk mengulang map yang mungkin akan terasa monoton, Diablo III versi PC perlahan menjadi arena kompetisi untuk mencari item langka dan bukan lagi kesenangan. Sementara di versi konsol, “kemurnian” atmosfer dan sensasi Diablo yang selama ini kita kenal masih mengalir kuat dengan absennya Battle.net.
Sebagai kompensasi, Blizzard bermurah hati. Loot yang jatuh kini lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan karakter unik Anda. Probabilitas untuk mendapatkan item langka juga meningkat.
Sebagai kompensasi, Blizzard bermurah hati. Loot yang jatuh kini lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan karakter unik Anda. Probabilitas untuk mendapatkan item langka juga meningkat.
Tapi bukankah hilangnya Auction House, berarti menihilkan potensi untuk mendapatkan equipment terbaik di dalam game? Blizzard tentu saja memahami resiko ini. Sebagai jawabannya, mereka meluncurkan mekanisme loot yang lebih adaptif. Alih-alih harus bergumul dengan ratusan item yang jatuh berantakan begitu saja di lantai, setiap chest atau musuh yang Anda kalahkan akan kini menjatuhkan loot yang lebih relevan dengan karakter yang Anda pilih. Tidak hanya itu saja, Blizzard lebih “bermurah hati” dengan meningkatkan probabilitas jatuhnya senjata dan armor dengan tingkat kelangkaan tinggi. Hasilnya? Anda tetap dapat menikmati game ini secara optimal, seperti halnya ketika Anda memainkan Diablo II di masa lalu, tanpa Battle.net, tanpa Auction House, tanpa pikiran materialistis untuk mengeksploitasi setiap item langka.

Pages: 1 2 3



1

The Elder Scrolls V : Skyrim

Tahun 2011 ini adalah tahun yang luar bisa untuk dunia game. Banyak game keren dan bisa dibilang fenomenal muncul di tahun ini. Seperti biasa Call Of Duty memang selalu meluncurkan sekuelnya secara teratur, namun saingan utamanya yakni Battlefield dari Dice membuat sebuah gebrakan baru dengan merilis Battlefield 3 yang kualitas grafiknya benar-benar mencengangkan. Genre action juga dikejutkan dengan Portal karya Valve yang menawarkan konsep gameplay yang benar-benar baru. Id Software yang sebelumnya sukses dengan seri Doom dan Quake kemaren juga meluncurkan produk terbarunya, Rage. Dengan perkembangan teknologi komputer dan konsol serta pesatnya pembangunan infrastruktur game pada basis online membuat kita berada pada sebuah level baru dalam dunia game. Namun yang benar-benar menjadi kejutan adalah game karya Bethesda yang sebelumnya telah sukses dengan seri Falloutnya, Elder's Scrolls V: Skyrim. Dan di postingan kali ini saya ingin sedikit menulis tentang game yang dinobatkan menjadi salah satu game terbaik tahun lalu, Elder Scrolls V : Skyrim. Mungkin bisa dijadikan pertimbangan teman-teman untuk memainkannya atau syukur-syukur membelinya :p hehe ...

Elder Scrolls V : Skyrim 
 
Sebelumnya saya sudah mendengar tentang Skyrim sebelum game ini diluncurkan oleh Bethesda tahun lalu dari IGN. Skyrim memang sudah lama ditunggu-tunggu oleh para pecinta game RPG, namun waktu itu gemanya kalah oleh rencana peluncuran Battlefield 3 dan Modern Warfare 3. Ketika sudah diluncurkan pun sebenarnya saya juga nggak seberapa tertarik. Mungkin karena di trailer Skyrim saya nggak ngeliat hal yang baru. Tapi adik saya ternyata dulu pernah memainkan seri Elder Scrolls sebelumnya, Oblivion, dan mengatakan bahwa seri Elder Scrolls ini punya cerita yang bagus. Oh ya, dalam soal game saya sedikit berbeda dengan orang kebanyakan. Saya melihat game layaknya membaca fiksi, storyline menjadi poin utama yang saya liat ketika bermain game. Dan memang ketika akhirnya saya nyoba untuk memainkan Skyrim, saya akui game ini pantas buat diperbincangkan dan masuk ke dalam joke-joke 9gag. 
 
Skyrim adalah game action - RPG yang bercerita tentang petualangan seorang pemburu naga terakhir di dataran luas yang bernama Skyrim. Cerita utama Skyrim berpusat pada petualangan sang pemburu naga yang dikenal dengan Dragon Born (atau Dovaah-Kiin dalam bahasa naga) untuk menyelamatkan seluruh Skyrim dari kehancuran akibat kebangkitan kaum naga yang dipimpin Alduin Sang Naga Hitam. Sang Pemburu Naga juga harus membawa Skyrim keluar dari kemelut perang saudara antara Man's Imperium of Cyrodyll dengan pasukan pemberontak Stormcloak. Dalam petualangannya sang pemain akan menghadapi banyak sekali side-quests yang masing-masing akan mempunyai keunikan cerita tersendiri. Dalam Skyrim pemain bisa memilih 9 bangsa yang memang sebelumnya telah diperkenalkan dalam seri elder Scrolls: Imperial yang kebudayaannya mirip bangsa Romawi, Nord penduduk asli Skyrim yang mirip orang Skandinavia, Redguard dari Hammerfell yang mirip penduduk Arab, Breton dari High Rock yang mirip orang Inggris kuno, High Elves dari Altmeri Dominion yang ahli sihir, Wood Alves atau Bosmer yang ahli memanah, Dark Elves yang berkulit abu-abu dan bermata merah, Khaijit manusia kucing dengan kebudayaan yang mirip orang Mongol, dan manusia kadal Argonian dari Great Marsh. Pemain kemudian bisa mengembangkan karakternya seperti dalam game-game RPG lain, entah menjadi petarung, pemanah, penyihir, atau hybrid antar ketiganya. 
 
Menurut saya ada beberapa poin yang membuat Skyrim pantas dinobatkan menjadi game yang bisa dibilang luar biasa:
  • Skyrim benar-benar meredefinisi konsep 'adventure' dalam dunia game. Skyrim mampu menghadirkan sebuah dunia luas yang hidup dan bernafas dimana player bebas berpetualang sesuai keinginannya tanpa dibatasi oleh plot cerita. Player akan sangat menikmati menjelajahi tiap inci dunia Skyrim. Mulai dari daratan luas tundra dimana para raksasa terlihat menggiring ternak mammoth mereka hingga ke ke dalam kota kuno para dwarves dengan gua-guanya yang berpendar biru karena sejenis lumut yang dijadikan semacam lampu. Semua area dirender dengan sangat detail dan baik. Player akan mudah sekali lupa untuk mengikuti quest yang ia ikuti dan lebih tertarik untuk menjelajahi dunia Skyrim. 
     
  • Dunia Skyrim memiliki detail yang luar biasa. Dalam perjalanan player akan sering kali menemui hewan-hewan liar yang lewat seperti rusa, rubah, kambing gunung, bahkan kelinci dan tikus. Hewan-hewan ini bisa diburu untuk diambil daging, kulit, bahkan tanduknya. Tanaman-tanaman yang ada pun bisa dipetik untuk membuat potion dalam alchemy atau untuk memasak. Hampir semua benda di Skyrim pun bisa diinteraksi, mulai dari senjata, armor, hingga benda-benda semacam sapu, ember kayu, bahkan piring dan sendok. Yang menurut saya paling keren adalah perubahan cuaca yang cepat dan tak terduga dalam Skyrim yang akan membuat mood pemain akan serasa diaduk-aduk. Berpetualang di gunung yang berkabut, di padang luas dimana hujan deras dan petir menyambar, langit cerah tak berawan, hingga pemandangan luar biasa di malam hari saat langit penuh cahaya aurora dan kedua bulan di dunia Skyrim terlihat. 

     
  • Banyak konsep lama RPG yang diubah hingga menjadi lebih menarik di Skyrim. Yang sebelumnya pernah bermain game RPG, semisal Diablo 2 dari Blizzard yang klasik sampai Dragon Age 2 dari Bioware pasti familiar dengan elemen-elemen khas RPG seperti leveling, alokasi skill, pembelian equipment, dan lain sebagainya. Dalam Skyrim semua elemen itu dibuat menjadi kian masuk akal namun juga tetap menarik. Experience point misalnya tidak didapat hanya dari membunuh musuh saja namun juga dari berdiplomasi dengan NPC, mengelak dari serangan musuh, membuat potion, mencopet, dan lain sebagainya. Skill yang ditingkatkan pun meningkat dari tingkat sering dan suksesnya sebuah skill dilakukan misalnya sering melakukan stealth attack akan meningkatkan poin sneak dengan sendirinya. Dalam Skyrim pemain juga diperkenalkan untuk melakukan banyak hal baru seperti memasak, membentuk potion dan magic equipment sendiri, menambang, meleburkan logam dan menyamak kulit, menikah, berdagang dan berinvestasi, membuat equipment sendiri, dan yang paling keren: menunggang naga. 
     
  • Skyrim memiliki cerita yang solid. Bethesda bahkan juga menciptakan set bahasa naga (seperti Fus Ro Dah yang terkenal itu) seperti yang dilakukan Tolkien pada Lord of The Rings. Dengan kreatif Bethesda mampu meningkatkan konsistensi cerita dnegan memberikan informasi elemen cerita seperti lokasi atau karakter pada loading antar lokasi. Mungkin storyline Skyrim memang tidak sebaik the Witcher 2, namun Skyrim mampu menempatkan pemain pada posisi yang kadang tak mudah untuk menentukan jalan cerita. Akhir jalan cerita Skyrim beragam sesuai keputusan yang diambil pemain selama permainan. Apakah player akan membantu perjuangan pemberontak Stormcloak untuk membebaskan Skyrim dari penjajahan Imperium, atau membela Imperium demi kepentingan yang lebih besar yakni memastikan kekaisaran tetap bersatu untuk melawan Altmeri Dominion? Apakah player bersedia membunuh teman dekatnya untuk mendapatkan senjata terbaik dari para Daedra atau Demon? 
     
  • Kontrol pada Skyrim benar-benar baru dan anehnya ternyata jauh lebih mudah. Akses untuk semua slot seperti inventory, magic, skills dan lain sebagainya bisa diakses hanya menggunakan tombol WSAD, Tab, E, dan Q. Semuanya menjadi lebih simple dengan tampilan yang sederhana. Susah untuk dijelaskan disini. Teman-teman harus nyoba sendiri biar bisa lebih merasakan :)
Skyrim memang game yang keren. Tidak heran karena konon proyek ini memang sudah dikerjakan Bethesda selama kurang lebih 5 tahun persiapan. Namun toh game ini juga tak luput dari kekurangan. Skyrim dikenal sedikit buggy terutama di pertengahan game. Yang paling mengganggu adalah hilangnya set suara untuk tokoh Esbern sang Dragonslayer terakhir yang berperan penting dalam keseluruhan cerita. Selain itu sayang sekali terlihat jelas bahwa pengisi suara Skyrim tidak memadai untuk karakter berjumlah sebanyak itu sehingga seringkali ditemui karakter yang memiliki suara dan aksen yang sama. Namun mungkin kelemahan itu menjadi kian terlihat karena Skyrim memang luar biasa di elemen lain. 
Ref : http://gangstamonsta.blogspot.com/2012/02/elder-scrolls-v-skyrim.html
0

RPG (Role Playing Game)

  Role Playing Games disingkat RPG adalah sebuah permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokok-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan. Asal tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain bisa berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permainan ini.

Dalam sebuah permainan RPG, jarang ada yang "kalah" atau "menang". Ini membuat permain RPG berbeda dari jenis permainan papan lainnya seperti Monopoli atau Ular Tangga, permainan kartu, olah raga, dan permainan lainnya. Seperti sebuah novel atau film, permainan RPG mempunyai daya tarik karena permainan-permainan ini mengajak para pemain untuk menggunakan imajinasi mereka. RPG biasa lebih mengarah ke kolaborasi sosial daripada kompetisi. Pada umumnya dalam RPG, para pemain tergabung dalam satu kelompok.

Permainan RPG rata-rata dimainkan seperti sebuah drama radio: ketika seorang pemain "berbicara", dia berbicara sebagai tokohnya dan ketika si pemain ingin tokohnya melakukan sesuatu yang fisik (seperti menyerang sebuah monster atau membuka sebuah gembok) dia harus menggambarkannya secara lisan.

Ada pula sejenis permainan RPG di mana para pemain bisa melakukan gerakan fisik tokohnya oleh si pemain sendiri. Ini disebut Live-Action Role-playing atau LARP.

Cara Bermain
Sebelum memulai sebuah permainan RPG, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan. Pertama, para pemain harus memilih sebuah buku peraturan (rulebook) dan, kadang kala, sebuah buku dunia (campaign setting) yang akan mereka gunakan. Tahap ini sangat penting karena buku-buku ini akan menentukan jenis-jenis tokoh yang bisa dimainkan (ksatria, penyihir, mata-mata, ninja, polisi, dan lainnya), kepandaian-kepandaian (skill) yang bisa seseorang gunakan termasuk mantera sihir (spell), peraturan pertempuran dan perincian-perincian dunia khayalan yang akan digunakan (sejarah, geografi, nama raja-raja, negeri-negeri penting, orang-orang penting dan lainnya).

Ada pula buku-buku lain yang bisa digunakan seperti daftar-daftar monster (contohnya adalah "Monster Manual" dari permainan Dungeons & Dragons), buku peraturan tambahan (peraturan pertempuran yang lebih terperinci dan kompleks, mantera-mantera baru, senjata dan jenis tokoh baru), buku-buku dunia yang lebih terperinci (contohnya adalah buku "Silver Marches" dari dunia Forgotten Realms yang menggambarkan sejarah, geografi, politik negeri Silver Marches yang lebih lengkap dari buku dunia Forgotten Realms). Tentunya, buku-buku ini tidak wajib untuk bermain, tapi bisa memberikan detil-detil dalam permainan yang bisa membuat sebuah dunia khayalan lebih menarik atau realistis.